Cegah Asma Sedini Mungkin Sebelum Terlambat
- Admin
- Artikel
Oleh: apt. Dian Farida Ismyama, M. Clin. Pharm.
Dosen Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan
Asma merupakan penyakit radang kronis pada saluran pernapasan yang sering terjadi di berbagai negara di seluruh dunia. Asma juga merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-anak, orang dewasa, maupun lanjut usia. Asma adalah salah satu penyakit heterogen dengan inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan sel inflamasi di dalamnya.
Seperti yang kita ketahui, asma merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat, terutama di Asia Tenggara. Faktanya, telah banyak pengobatan yang dikembangkan dan penelitian-penelitian terkait penyakit asma. Akan tetapi, penyakit asma menjadi momok yang menakutkan bagi banyak orang.
Menurut data dari Global Initiative for Asthma (GINA) pada tahun 2011, diperkirakan sebanyak 300 juta manusia menderita asma. Prevalensi asma pada anak-anak mengalami peningkatan setiap tahunnya dibandingkan dengan prevalensi asma pada dewasa. Asma yang merupakan penyakit heterogen juga memengaruhi 1-18% populasi di dunia.
Berdasarkan studi dari Global Burden of Disease (GBD), mayoritas dari disability-adjusted life years (DALYs) akibat asma telah meningkat bila dihitung dari tahun yang hilang akibat kecacatan (years lived with a disability / YLD) sehingga asma menduduki peringkat ke-14 di dunia dan peringkat ke-28 di dunia ketika diukur dengan DALY. Asma sendiri disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya keturunan (genetika), obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi emosi yang kuat atau berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational irritant, infeksi virus di saluran napas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan perubahan suhu terkait perubahan musim atau kondisi geografis lainnya. Oleh karena itu, asma merupakan salah satu masalah kesehatan mayor di dunia.
Asma terjadi karena tubuh merespon pencetus secara berlebihan sehingga menimbulkan gejala-gejala episodik seperti mengi, sesak napas, rasa tertekan di dada, dan batuk (terutama pada pagi dan malam hari). Jika gejala-gejala di atas tidak dapat terkontrol maka akan mengurangi kualitas hidup pasien, sehingga akan merugikan pasien asma tersebut. Kerugian yang dialami antara lain peningkatan biaya pengobatan dan bahkan dapat menyebabkan kematian yang diakibatkan oleh komplikasi asma.
Pengobatan asma dapat dilakukan dengan beberapa terapi. Selain itu, tenaga kesehatan perlu memonitor kontrol asma melalui pemeriksaan fungsi paru. Tujuan dari pemantauan kontrol asma adalah agar dapat mengetahui perkembangan efektivitas terapi.
Perubahan variabilitas fungsi paru dapat dideteksi melalui nilai peak expiratory flow (PEF) yang dapat diukur menggunakan alat bernama peak flow meter. Fungsi dari peak flow meter adalah untuk mengatur objektivitas dari keterbatasan pernapasan sehari-hari pasien asma. Alat ini sangat efektif bagi pasien asma karena dapat digunakan sendiri di rumah.
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam menggunakan peak flow meter :
- Tubuh pasien harus dalam keadaan tegak
- Geser penanda pada peak flow meter ke posisi paling bawah (angka 0)
- Pasien dalam posisi berdiri. Jika tidak memungkinkan karena cacat fisik, pasien harus duduk tegak. Ambil napas dalam-dalam dan hembuskan hingga udara habis
- Pegang mouthpiece di depan mulut. Ambil napas dalam sebanyak mungkin dengan mulut terbuka
- Tempatkan mouthpiece di mulut dan tutup bibir di sekitar peak flow meter agar tersegel. Jauhkan jari dari penanda. Tiup sekali keras dan cepat dengan tidak mengibaskan kepala ke bawah, karena hal ini akan membuat hasil pembacaan lebih tinggi
- Jangan menyentuh penanda dan tuliskan nomor yang Anda dapatkan
- Ulangi sebanyak dua kali. Selalu ulang penanda ke nol setiap kali akan melakukannya. Catat nomor setiap kali setelah penggunaan. Angka peak flow adalah yang tertinggi dari pengukuran
- Hitung perbandingan nilai terbaik yang pernah dicapai dengan angka yang tertera pada alat tiap kali pengukuran
Setelah kita mengetahui tentang definisi asma, prevalensi asma di dunia, faktor-faktor atau penyebab terjadinya asma, bahkan sampai pengobatan yang dilakukan dengan pemantauan fungsi paru pasien asma (menggunakan alat), kita juga perlu mengetahui beberapa terapi/ pengobatan untuk pasien asma.
Pengobatan asma dapat dilakukan melalui terapi inhalasi (terapi yang menggunakan alat khusus yang cara penggunaannya di semprotkan melalui mulut), terapi oral (terapi dengan cara meminum obat yang berbentuk tablet, pil, kapsul dsb secara langsung), dan terapi nebulizer (terapi yang menggunakan alat sama seperti terapi inhalasi, tetapi alat nebulizer menggunakan listrik yang dapat mengubah obat berbentuk cair menjadi gas untuk dihirup melalui saluran napas/hidung).
Jenis obat asma yang tidak asing bagi kita dan mudah mendapatkannya di berbagai apotek antara lain teosal dan salbutamol. Inhalasi sendiri biasanya menggunakan obat salbutamol dengan bentuk sediaan aerosol yang sering disebut dengan MDI (metered-dose inhaler). Bentuk sediaan aerosol ini dapat menghantarkan obat secara langsung dalam dosis yang lebih kecil dan efektif. Berikut ini adalah tahapan-tahapan penggunaan controller MDI :
- Buku tutup inhaler
- Kocok inhaler beberapa kali
- Berdiri dan pada posisi kepala tegak, pastikan memegang inhaler dengan bagian mouthpiece (mulut inhaler) berada pada posisi bagian bawah
- Hembuskan napas secara perlahan sampai tidak ada sisa udara yang dapat dihembuskan
- Posisikan mulut inhaler mengarah ke rongga mulut yang terbuka. Dan aliran udara tidak terganggu, dengan jalan lidah tidak menutupi bagian mulut inhaler
- Tekan canister (ujung bagian atas inhaler) untuk mengeluarkan dosis, dan pada waktu bersamaan mulailah menarik napas dalam secara perlahan (koordinasi)
- Lanjutkan untuk bernapas perlahan-lahan selama 4-5 detik
- Tahan napas selama 10 detik
- Hembuskan napas secara perlahan lahan
Penggunaan nebulizer hampir sama dengan penggunaan inhalasi. Hanya saja obat yang digunakan dalam bentuk cair yang nantinya diubah menjadi partikel-partikel gas yang kemudian di hirup melalui hidung. Nebulizer menggunakan listrik dan terdapat tombol on/ off. Obat yang digunakan masih sama yaitu salbutamol.
Pencegahan penyakit asma yaitu dengan menghindari beberapa pemicu terjadinya asma itu sendiri, seperti menghindari polusi udara (debu, asap rokok dan lainnya). Selain itu hindari juga minuman dingin/es dan jangan terlalu banyak pikiran atau terlalu capek, karena faktor-faktor tersebut dapat memicu terjadinya asma.
Referensi
Lorensia A, R.Amalia Ayu. 2015. Studi farmakouiglans pengobatan asma pada pasien rawat inap di suatu rumah sakit di Bojonegoro. Jurnal ilmiah manuntung sains farmasi dan kesehatan. Q1(1).1-99.
Yosmar R, Meri Andani, Helmi Rifin. 2015. Kajian regimen dosis penggunaan obat asma pada pasien pediatri rawat inap di bangsal anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal sains farmasi & klinis. 2(1). 22-29.
Lorensia Amelia. 2018. Perbandingan perbaikan nilai peak ekspiratory flow pengguna aminofilin dan salbutamol pada eksasertasi asma. Indonesia jurnal of (CHEST) critical and emergency medicine. 5(2). 34-43.
Ni Putu Wulan Purnama Sari. 2013. Asma : hubungan antara faktor resiko, perilaku pencegahan dan tingkat pengendalian penyakit. Jurnal nears lentera. 1.30-41.
Lorensia A, Nathania J.2017. studi kelengkapan penjelasan informasi cara penggunaan Controllemetered – Dose Inhaler (MDI) yang mengandung kortikosteroid sebagai terapi asma di apotek kabupaten tuban. Jurnal ilmiah manuntung. 3(1).14-25.